LANTABUR.TV

Selamatkan Anak Kita Dari Pornografi Menjadi Generus Berprestasi "Kecil Terbina, Remaja Terjaga, Muda Berkarya, Hidup Sederhana, Keluarga Sejahtera, Tua Kaya Ilmu, Mati Masuk Surga Selamat dari Neraka" -JADILAH GENERUS YANG CERDAS DAN FAHAM-
www.ppg-indonesia.com
CONTENT TWITTER HERE
CONTENT FACEBOOK HERE

Sabtu, 21 November 2009

Hukum Alat Kontrasepsi Untuk Mencegah Kehamilan

Apa hukum bila seorang suami menyetujui istri dipakaikan alat kontrasepsi oleh pihak rumah sakit guna mencegah kehamilan?

Jawab:
Asy-Syaikh Muqbil bin Hadi Al-Wadi’i rahimahullahu berfatwa: “Sang suami tdk boleh menyetujui sementara Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menyatakan: Menikahlah kalian sehingga jumlah kalian menjadi banyak krn sesungguh aku membanggakan kalian di hadapan umat-umat lain pada hari kiamat.1
Dan juga Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mendoakan Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu agar dilipatkan jumlah harta dan anaknya2. Selain itu bisa jadi kita akan dihadapkan dgn takdir Allah .
maka ketika mendatangi istri sang suami diperbolehkan melakukan ‘azal3. Adapun dgn menggunakan obat-obatan/ pil memotong rahim atau yg lain tdk diperbolehkan.
Perlu diketahui musuh-musuh Islam menghias-hiasi perbuatan yg menyelisihi agama di hadapan kita. sementara mereka sendiri justru terus berupaya memperbanyak jumlah mereka. Dan benar-benar mereka telah melakukannya.
Aku berta kepada kalian wahai saudara-saudaraku. Bila sekarang ini di zaman ini ada orang yg memiliki sepuluh anak apakah kalian saksikan Allah Subhanahu wa Ta’ala menyia-nyiakannya? Atau justru kalian melihat Allah  membukakan rizki bagi dari arah yg tdk disangka-sangka?
Bila seseorang membatasi kelahiran krn alasan duniawi ia benar-benar telah keliru. Karena Rabbul ‘Izzah berfirman dlm kitab-Nya yg mulia:

وَ مَا مِنْ دَابَّةٍ فِي اْلأَرْضِ إِلاَّ عَلَى اللهِ رِزْقُهَا

“Dan tdk ada satu makhluk melata pun di bumi ini kecuali Allah-lah yg menanggung rizkinya.”
Dan juga firman-Nya:

وَكَأَيِّنْ مِنْ دَابَّةٍ لاَ تَحْمِلُ رِزْقَهَا، اللهُ يَرْزُقُهَا وَإِيَّاكُمْ

“Berapa banyak hewan yg tdk dapat membawa sendiri rizki tapi Allah lah yg memberikan rizki dan juga memberikan rizki kepada kalian.”
Namun bila ia melakukan krn khawatir ada mudharat/ bahaya yg bakal menimpa sang istri mk diperbolehkan menunda kehamilan dgn melakukan ‘azal. Adapun kalau harus menggunakan alat/ obat yg berasal dari musuh-musuh Islam baik berupa obat/ pil pencegah kehamilan atau lain mk ini tidaklah kami anjurkan. ‘Azal sendiri sebenar makruh namun diizinkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Beliau bersabda ketika mengizinkan para shahabat utk melakukan ‘azal:

مَا مِنْ نَسَمَةٍ كَائِنَةٍ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ إِلاَّ وَ هِيَ كَائِنَةٌ {4

“Tidak ada satu jiwa pun yg telah ditakdirkan utk diciptakan sampai hari kiamat kecuali mesti akan ada/ tercipta.”
Jabir bin Abdillah radhiallahu ‘anhuma berkata:

كُنَّا نَعْزِلُ وَالْقُرْآنُ يَنْزِلُ

“Kami melakukan ‘azal sementara Al-Qur`an masih turun .”5
Maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan rukhshah utk melakukan ‘azal. Walhamdulillah Rabbil ‘alamin.
Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullahu mengatakan: “Adapun menggunakan sesuatu yg bisa mencegah kehamilan ada dua:
Pertama: Mencegah kehamilan secara permanen. Hal ini tdk diperbolehkan krn akan memutus kehamilan sehingga mempersedikit keturunan. Ini bertentangan dgn tujuan syariat memperbanyak jumlah umat Islam. Juga ada kemungkinan bahwa anak-anak yg ada akan meninggal sehingga si wanita menjadi tdk punya anak sama sekali.
Kedua: Mencegah kehamilan dlm jangka waktu tertentu. Seperti bila si wanita banyak hamil sedangkan hamil akan melemahkan dan dia ingin mengatur kehamilan tiap dua tahun sekali atau semacamnya. Hal yg seperti ini diperbolehkan dgn syarat seijin suami dan tdk memadharatkan si wanita. Dalil para shahabat dahulu melakukan ‘azal terhadap istri-istri mereka pada masa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dgn tujuan agar istri-istri mereka tdk hamil. Dan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tdk melarang hal itu.”

1 Ma’qil bin Yasar radhiallahu ‘anhu berkata: Seseorang datang menemui Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu ia berkata: “Sesungguh aku mendapatkan seorang wanita cantik dan memiliki kedudukan namun ia tdk dapat melahirkan anak apakah boleh aku menikahinya?” Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Tidak boleh.” Orang itu datang lagi kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutarakan keinginan yg sama namun Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tetap melarangnya. Kemudian ketika ia datang utk ketiga kali Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

تَزَوَّجُوْا الوَدُوْدَ الْوَلُوْدَ فَإِنَِّي مُكَاثِرٌ بِكُمُ اْلأُمَم

“Nikahilah oleh kalian wanita yg penyayang lagi subur krn sesungguh aku berbangga-bangga dgn banyak kalian di hadapan umat-umat yg lain.” –pent.
2 Ummu Sulaim ibu Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu berkata kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Wahai Rasulullah ini Anas pelayanmu mohonkanlah kepada Allah kebaikan untuknya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berdoa:

اللّهُمَّ أَكْثِرْ مَالَهُ وَوَلَدَهُ وَبَارِكْ لَهُ فِيْمَا أَعْطَيْتَهُ

“Ya Allah banyakkanlah harta dan anaknya. Dan berkahilah dia atas apa yg Engkau berikan kepadanya.” –pent.
3 Mengeluarkan air mani di luar kemaluan istri di mana ketika akan inzal sang suami menarik kemaluan dari kemaluan istri sehingga air mani terbuang di luar farji .
4 Hadits di atas diriwayatkan dlm Ash-Shahihain. Al-Imam An-Nawawi rahimahullahu menerangkan makna hadits di atas: “Setiap jiwa yg telah Allah takdirkan utk diciptakan mk pasti akan Ia ciptakan. Sama saja baik kalian melakukan ‘azal atau tidak. Sedangkan apa yg Allah tdk takdirkan utk diciptakan mk pasti tdk terjadi sama saja baik kalian melakukan ‘azal atau tidak. Dengan demikian ‘azal kalian tdk ada faedah bila Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mentakdirkan penciptaan satu jiwa mk air mani kalian mendahului kalian sehingga tidaklah bermanfaat semangat kalian utk mencegah penciptaan Allah.” –pent.
5 HR. Al-Bukhari dan Muslim dlm Shahih keduanya. Tambahan faedah: Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu mengatakan: “Adapun di masa ini didapatkan sarana-sarana yg memungkinkan seorang lelaki mencegah air mani agar tdk tertumpah sama sekali istri seperti apa yg disebut dgn rabthul mawasir dan kondom yg dipasangkan di kemaluan ketika jima’ dan yg semacamnya Bagaimanapun juga yg dimakruhkan menurutku adl bila dlm dua perkara ini atau salah satu tdk ada tujuan seperti tujuan orang kafir melakukan ‘azal. Seperti takut miskin krn banyak anak dan terbebani utk menafkahi serta mendidik mereka. Bila disertai hal ini mk hukum naik dari makruh ke tingkat haram krn kesamaan niat orang yg melakukan ‘azal dgn tujuan orang kafir melakukannya. Di mana orang2 kafir membunuh anak-anak mereka krn takut menafkahi dan takut miskin sebagaimana telah diketahui. Berbeda hal bila si wanita sakit yg dokter mengkhawatirkan sakit akan bertambah parah bila hamil. dlm keadaan ini si wanita boleh memakai alat pencegah kehamilan utk jangka waktu tertentu. Adapun bila sakit berbahaya dan dikhawatirkan menyebabkan kematian si wanita boleh –dalam keadaan ini saja– bahkan wajib melakukan rabthul mawasir utk menjaga agar dia tetap hidup. Wallahu a’lam.

Perawat Muslimah Bekerja di Rumah Sakit

Al-Ustadzah Ummu ‘Abdirrahman Anisah Bintu ‘Imran

Bolehkah seorang perawat muslimah bekerja di bagian kewanitaan pada salah satu rumah sakit hingga ia bisa merawat pasien-pasien wanita. Di tempat kerja ini ia memakai pakaian yg syar‘i namun tdk bisa mengenakan jilbab dikarenakan dlm pelaksanaan tugas/ pekerjaan tdk memungkinkan bagi mengenakan jilbab tersebut. Namun tdk ada laki2 yg mondar-mandir di ruang kerja kecuali hanya para pelayan dan apoteker. Pada waktu lain ia diminta utk tugas jaga –shift malam– sehingga sepanjang malam ia berada di rumah sakit dan sangat mungkin laki2 masuk ke tempat sementara tdk ada mahram yg mendampinginya. Lalu apa yg harus dilakukan perawat itu? Sebelum perlu diketahui suami si perawat mampu memberikan belanja kepada tanpa ia harus bekerja.

Jawab:
Asy-Syaikh Al-’Allamah Abu Abdirrahman Muhammad Nashiruddin Al-Albani rahimahullahu memberikan fatwa atas pertanyaan di atas beliau berkata:
“Apabila kita mengingat hukum yg ada mk kita ketahui bahwa asal seorang wanita muslimah itu harus berdiam/ tinggal di dlm rumah dan tdk boleh keluar rumah kecuali bila memang ada keperluan. Di samping itu disampaikan pada kami dari pertanyaan yg ada bahwa suami si wanita mampu menafkahinya. mk dgn begitu kami memandang wanita itu tdk b

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Segala keritik dan saran akan menjadi satu kebaikan dimasa yg akan datang,dan itu sangat kami harapkan.

Blog Buatan, Bolo Dewe