LANTABUR.TV
www.ppg-indonesia.com
CONTENT TWITTER HERE
CONTENT FACEBOOK HERE
Selasa, 23 Februari 2010
Imam Masjid Pinggir Jalan
Assalaamu ‘alaikum warohmatulloohi wabarokaatuh.
Bapak Ustadz yang saya hormati, alhamdu lillaah Pimpinan Anak Cabang (PAC) kami telah berhasil membangun sebuah masjid dari hasil infaq shodaqoh jariyah dan gotong royong warga sekitar. Masjid tersebut kami manfaatkan untuk kegiatan sholat dan majelis ta’lim bagi anak-anak, remaja, maupun orang dewasa, malah sampai tingkat lansia.
Letaknya cukup strategis, di pinggir jalan raya, sehingga setiap waktu sholat wajib banyak yang berjama’ah, baik dari warga sekitar maupun orang-orang yang kebetulan lewat.
Pertanyaan saya : ketika kami melaksanakan sholat berjama’ah, siapakah yang seharusnya menjadi imam ? Masalahnya diantara tamu yang ikut sholat kadang-kadang kami lihat ada pula ”orang penting”. Apakah beliau lebih berhak menjadi imam ? Demikian pertanyaan saya dan saya mohon maaf bila pertanyaan saya ini kurang pada tempatnya.
Wassalaamu ‘alaikum warohmatulloohi wabarokaatuh.
Bagja - Bogor
Wa ‘alaikumus-salaam warohmatulloohi wabarokaatuh.
Masjid, di samping sebagai tempat sholat, juga harus berfungsi sebagai tempat membina ketaqwaan dan kerukunan warga sekitar maupun para pendatang.
Agar program-program yang diselenggarakan di masjid dapat berjalan dengan tertib maka perlu disusun suatu kepengurusan pengelola masjid, biasa disebut Ta’mir Masjid atau DKM (Dewan Kemakmuran Masjid). Musyawarah Ta’mir Masjid inilah yang menetapkan siapa-siapa yang berhak menjadi imam sehari-hari, siapakah muadzdzin-nya, siapa yang bertanggung-jawab atas kebersihan, keamanan dan lain sebagainya.
Khusus tentang kriteria orang yang lebih berhak menjadi imam sholat, dijelaskan dalam sabda Rosululloh, shollallohu ’alaihi wasallam, yang diriwayatkan Imam An-Nasaai sebagai berikut :
Artinya : (Yang berhak) mengimami suatu kaum adalah yang paling bagus di antara mereka bacaan Al-Qurannya. Kalau kemampuan bacaan mereka setara maka (pilihlah) yang lebih dahulu hijrahnya. Kalau hijrahnya dinilai sama maka (pilihlah) yang lebih pandai dalam urusan hadits. Kalau kepandaian bidang hadits dinilai sama maka (pilihlah) yang lebih tua umurnya. (Rosululloh melengkapi sabdanya) Dan janganlah engkau mengimami seseorang di wilayah kekuasaannya dan (janganlah) engkau duduk di kursi kemuliaannya, kecuali jika engkau diijinkan (dipersilakan).
Jadi meskipun ada ”orang penting” yang kebetulan ikut sholat, maka yang berhak mengimami sholat berjama’ah di suatu masjid adalah imam yang telah ditetapkan oleh warga setempat (lewat Ta’mir Masjid-nya) dengan mengindahkan kriteria dari hadits di atas tadi.
Sudah lumrah kita ketahui bahwa dalam setiap komunitas itu ada kode etik yang berlaku secara internal. Misalnya dalam komunitas para dokter ada kode etik kedokteran; dalam komunitas para wartawan ada kode etik jurnalistik, dan lain sebagainya. Nah dalam kalangan para ulama pun ada kode etik-nya yang tentu saja berlandaskan kepada Kitab Alloh dan Sunnah Rosul-Nya.
Berdasar pada hadits sabda Rosululloh di atas, sesungguhnya bisa disebut tabu kalau seorang muslim mengajukan diri atau menawarkan diri (berambisi) untuk menjadi imam di luar tempat tinggalnya. Misalnya kebetulan ada Pengurus Dewan Pimpinan Daerah (DPD) atau Dewan Pimpinan Pusat (DPD) sekalipun, yang ikut sholat di masjid anda, merasa sebagai pengurus peringkat organisasi yang lebih tinggi maka tanpa dipersilakan kok dia langsung saja nyelonong menjadi imam di masjid anda, itu bisa menunjukkan bahwa beliau adalah pengurus yang kurang beretika.
Menyinggung istilah ”orang penting” yang anda tulis di atas, ada satu pepatah yang berbunyi ”Adalah baik kalau kita jadi orang penting, tapi yang lebih penting bagaimana agar kita menjadi orang baik”. Orang baik adalah orang yang selalu mengindahkan peraturan dan tata kerama, sebagaimana Rosululloh bersabda ”Orang baik di antara kalian ditentukan oleh kebaikan akhlaqnya”. (Hadits riwayat At-Tirmidzi). Jadi, orang yang merasa dirinya adalah ”orang penting” sekalipun, bila dia sholat di masjid di luar kampungnya maka dia harus tetap menghormati imam lokal yang sudah ditetapkan di masjid tersebut, kecuali kalau memang dia diminta atau dipersilakan untuk mengimami.
Walloohul-musta’aan, walaa haula walaa quwwata illaa billaah.
Wassalaamu ‘alaikum warohmatulloohi wabarokaatuh.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Segala keritik dan saran akan menjadi satu kebaikan dimasa yg akan datang,dan itu sangat kami harapkan.
Blog Buatan, Bolo Dewe