Dia
mengatakan, di Kediri pernah terjadi seperti daerah-daerah lain bahwa
LDII eksklusif, bahkan dituduh sebagai satu aliran sesat.
Namun,
lanjutnya, setelah LDII melakukan perubahan dalam segala hal. Seperti
dari eksklusif menjadi terbuka. Apalagi, sekarang LDII sudah menerapkan
manajemen kolektivitas, terbuka, modern serta dalam keyakinan dan
ajaran beragama, maka tidak ada masalah lagi. Sehingga, sekarang ini
tidak ada alasan LDII harus berakhir di tempat. Sementara tejadinya
perbedaan dalam “fur’iyyah” tidak perlu dipertentangkan, karena dalam
akidah tetap sama.
“Jadi, di Kediri warga LDII
dengan masyarakat, termasuk Ormas Islam lainnya tidak ada masalah.
Begitu juga dengan ‘pel-pel-an’ sudah tidak ada lagi di LDII,” katanya.
Menurutnya,
persoalannya sekarang, kenapa ini bisa terjadi dan pemahaman umat
Islam terhadap LDII separah itu. Padahal, yang terjadi hanya sebatas
“fur’iyyah” yang sebenarnya membawa rahmah jika manajemennya bagus.
Dalam
ini, katanya, tokoh-tokoh Islam di Kediri berpikir, ada apa ini.
Ternyata, ini ada semacam desain pihak-pihak di luar Islam yang tidak
pernah berhenti ingin memporak-porandakan Islam. Apalagi, ada
pernyataan tokoh CIA yang menegaskan, setelah hancur dan runtuhnya
kekuatan Uni Sovyet/Rusia, maka Islam yang akan dihadapi. Hal ini
membuat kita menjadi sadar ada kekuatan yang kita tidak bisa melihat
dan pengetahuan tidak menjangkau. Ini sudah disebutkan dalam Alquran
dengan berbagai cara pihak kafir ingin mengancurkan Islam dari berbagai
sendi kehidupan.
“Jadi, kita tidak perlu saling
bersitegang dalam mempersoalkan saudara kita sendiri, seperti menuduh
LDII sesat-menyesatkan,” katanya seraya menambahkan, saat ini masih
banyak tugas umat Islam. Yakni, bagaimana memberantas kebodohan,
kemiskinan, keterbelakangan, kemaksiatan dan lain-lain.
Sementara
itu, Ketua Komisi Dakwah dan Luar Negeri MUI Medan KH Zulfiqar Hajar
mengatakan, mereka bukanlah orang LDII, tetapi perjalanan ini sebagai
“Muhibbah Tabayyun” tentang LDII di Kediri dan Jombang.
Menurutnya,
apa yang dikatakan KH Anwar Iskandar sama dengan pandangannya tentang
keberadaan LDII. Dulu, LDII sempat dilempari masyarakat.Tetapi, setelah
warga LDII bisa membaur, melakukan perubahan-perubahan dan
memperkenalkan diri kepada umat dan tidak eksklusif, akhirnya mereka
dapat diterima di masyarakat. Bahkan, LDII siap menjadi benteng ajaran
Islam.
Dia mengingatkan umat
Islam, baik secara pribadi maupun melalui Ormas Islam agar mari
melakukan “tabayyun”. Sehingga, kita tidak lagi “qiila wa qaala” (kata
si polan), tetapi langsung “cek dan ricek” ke tempatnya. Sekarang ini
lebih banyak “qiila wa qaala”.
“Kalau ‘qiila wa qaala’ termasuk
dilarang dalam Islam. Kita harus “tabayyun”. Ini sebagaimana
ditegaskan Allah dalam Alquran Surah Al-Hujurat ayat 6 yang
maknanya:’Jika kamu mendapat berita/informasi dari orang fasik, maka
hendaklah”tabayyun” (cek dan ricek, teliti dan langsung melihat ke
lapangan)”. Jangan muncul dari ucapan seseorang tokoh menjadi fitnah.
Tetapi, dia harus melihat langsung ke lapangan,” tegasnya.
KH
Zulfiqar Hajar yang juga Pimpinan Majlis Ta’lim Jabal Noor Medan
mengatakan lagi, kata pepatah Arab yang artinya:”Dilukai oleh gigi ada
obatnya, tetapi dilukai oleh lidah susah dapat obatnya”. Pepatah ini
harus direnungkan umat Islam.
KH
Amiruddin MS mengatakan, setelah dia bersama rombongan langsung melihat
pusat pendidikan LDII di Ponpes Wali Barokah Kediri dan Ponpes
Gadingmangu Jombang, termasuk ke DPW LDII Jatim di Surabaya, ternyata
komunitas LDII tetap berpegang teguh kepada Alquran dan Sunnah
Rasulullah SAW, baik dalam akidah, syariah, muamalah maupun
akhlakulkarimah.
Hal yang sangat
terasa dan tidak dilakukan komunitas umat Islam lainnya, sambungnya,
bagaimana mereka memperlakukan tamu sebagai dikemukakan Rasulullah SAW
:”Siapa-siapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhirat, maka
hendaklah muliakan tamu”. Artinya, memuliakan tamu sama dengan
memuliakan saudaranya.
“Ini
terpancar dari wajah yang ikhlas dan hati yang suci. Menyangkut beramal
dan beribadah, mereka benar-benar mengamalkan Hadits Rasulullah yang
menyebutkan:”Sebaik-baik shalat, dilaksanakan pada awal waktu”. Mereka
menunggu waktu shalat. Bahkan, dalam menunggu waktu shalat, mereka
membaca Alquran, bertasbih dan berzikir. Dalam bermuamalah, mereka
menerapkan ekonomi Islam. Artinya, dalam segala kebutuhan ada diproduk
sesama muslim. Dalam akhlakulkarimah tampak sikap mereka tamah-tamah
dan santun,”kata KH Amiruddin MS.
Menurutnya,
ada 5 hal yang dirasakannya menonjol dari LDII. Yakni, mereka
disiplin, kompak, siap menolong, senantiasa menunjukkan wajah yang
ikhlas dan menganggap semua itu bagi mereka sebagai amal shalih.
“Jadi,
fakta ini kami temukan di komunitas mereka, baik di markas mereka
maupun dalam perilaku. Karena, mereka bersahabat dengan kita. Karena
itu, wajar kalau kita sebut mereka komunitas muslim yang pantas menjadi
teladan, karena mengamalkan ajaran Islam dengan sesungguhnya. Bagi
kita setidaknya dapat mengapresiasi dan kalau bisa menyamai mereka.
Kalau tidak menandingi, tetapi jangan pernah mengatakan mereka itu
sesat,” jelasnya.
Begitu juga
komentar Drs H Amhar Nasution MA yang mengatakan, selama ini LDII
dianggap eksklusif. Maka, dengan “tabayyun” ini kita terobos 3 hal.
Pertama,
ujarnya, mereka (LDII, red) sudah bisa bersama kita shalat berjamaah.
Yakni, kita bisa menjadi imam atau mereka menjadi imam. Kedua, kita
bisa diterima mereka untuk memberikan taushiyah. Sedangkan ketiga, kita
bisa melihat langsung buku-buku rujukan di perpustakaan mereka, teknik
belajar dan metode mengajar yang semuanya berorientasi kepada Alquran
dan Hadits. Sehingga, dapat disimpulkan warga LDII tidak eksklusif.
“Kita ingin terapkan kepada
masyarakat tentang paradigma baru LDII yang melakuman revitalisme
secara baik dan pembaruan sudah ada. Mereka juga bisa bersilaturahmi
kepada kita, sehingga tidak ada lagi celah-celah kita anggap
eksklusif,” kata H Amhar Nasution yang juga dosen Fakultas Kedokteran
USU.
Dia berharap, melalui
“tabayyun” ini, ada nuansas yang kita peroleh. Sehingga, sebagai
‘corong’ MUI Medan, tokoh masyarakat sekaligus penceramah bisa
memberikan satu garansi bahwa LDII tidak eksklusif. Dengan paradigma
baru, LDII membangun kepercayaan, imej yang baik, tetap berorientasi
kepada “Kutubussittah” (kitab-kitab Hadits 6 yang masyhur), berpegang
teguh kepada Alquran dan Hadits serta tidak ada menambahi maupun
mengurangi rukun iman dan rukun Islam. Ternyata, mereka berorientasi
kepada Ahli Sunnah wal Jamaah.
جَزَاكَ الله خَيْرًا
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Segala keritik dan saran akan menjadi satu kebaikan dimasa yg akan datang,dan itu sangat kami harapkan.
Blog Buatan, Bolo Dewe